Semua Ingin Jadi Pahlawan

Semua Ingin Jadi Pahlawan
By : Kominfo KAMMI KALBAR

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawannya. Kalimat bijak di atas sudah sering kita dengar dan bahkan sejak kita masih di bangku sekolah dasar. Meskipun hari ini disadari atau tidak telah terjadi degradasi nilai penghargaan pada perjuangan pahlawan di hampir seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahan. Indikator sederhana yang dapat dilihat adalah masih rendahnya semangat membangun, berkontribusi maupun berafiliasi terhadap proyek-proyek pembangunan umat di negeri tercinta Indonesia. Bahkan sekedar mengingat tanggal hari pahlawan atau nama pahlawan pun sebagian besar dari kita sudah tidak ingat. Lebih tragisnya justru ada segelintir maupun segolongan manusia Indonesia yang justru menghianati dan mencederai nilai-nilai perjuangan para pahlawan Indonesia dengan ”berbangga” diri menjadi koruptor dan predator di tengah kesulitan yang kian menghimpit negeri ini.

Menurut kamus populer bahasa Indonesia, pahlawan berarti pejuang bangsa, negara atau agama. Untuk menyematkan lebel pahlawan pada seseorang tentunya harus memiliki atau memenuhi beberapa kriteria yang telah disepakati bersama. Namun demikian kiranya penting kita sedaikit beropini tentang kepahlawanan. Sehingga akan kita dapati beberapa definisi pahlawan dengan cara pandang kita, dan minimal akan membuka cara pandang kita terhadap pahlawan itu sendiri. Dari bahasa kamus tersebut kita dapati kata pejuang di sana. Sebuah kata yang begitu syarat akan makna. Pejuang adalah orang yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan itu sendiri. Sedang nilai perjuangan sangatlah mahal. Banyak yang mesti di korbankan.
Nilai sebuah perjuangan begitu indah hingga mereka begitu mencintainya. Nilai perjuangan itu begitu luhur hingga mereka siap membelanya. Nilai perjuangan itu begitu suci hingga mereka siap menjaga dengan sepenuh hati dan nilai perjuangan itu begitu tinggi hingga mereka berani menjunjungnya. Meski tidak sedikit yang harus dijadikan mahar perjuangan. Bukan lagi waktu dan materi, tetapi jiwa dan raga sepenuhnya di persembahkan demi sebuah nilai yang di junjung tinggi.
Makam pahlawan, monumen juang, sederet foto pahlawan di musium daerah dan lembaran-lembaran naskah hanya bagian yang sangat kecil dan sedikit untuk mendeskripsikan secara luas nilai perjuangan. Bahkan sangat tidak representatif. Tetapi dapat kita rasakan hasil sebuah perjuangan hingga negeri ini menuju gerbang kemerdekaan yang di cita-citakan.
Nilai perjuangan adalah ruh yang mengobarkan semangat juang. Nilai perjuangan adalah jiwa yang mendorong keberanian. Nilai perjuangan adalah keyakinan yang memberangus ketakutan. Nilai perjuangan adalah ketakwaan yang melahirkan pengorbanan dan nilai perjuangan adalah prinsip yang mampu melahirkan perubahan kongkrit dan nyata yang dapat dirasakan oleh segenap penduduk negeri ini.
Meski untuk saat ini bentuk-bentuk keheroikan perjuangan tidak perlu di tampilkan oleh pemimpin masa kini dengan memanggul senjata melawan penjajah seperti pada masa penjajahan. Namun keheroikan pemimimpin hari ini dapat di aktualisasikan dalam bentuk pengorbanannya membela hak-hak dan kepentingan rakyat ataupun bangsa dan negara secara luas. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat dirasakan secara merata di negeri ini, negara menjadi tertib dan aman, bermartabat dan diperhitungkan oleh negara lain dalam segala aspek.
Menyandang gelar pahlawan bukan hal yang mudah meski realitanya tidak sedikit yang mengaku-ngaku jadi pahlawan dan bahkan sok jadi pahlawan di negeri ini. Memanfaatkan jabatan dengan menghambur-hamburkan uang negara untuk kepentingan ambisi pribadi dan mempertahankan posisi. Membohongi rakyat dengan propaganda wacana dengan memutar balikan fakta untuk mencari simpati dan dukungan rakyat, atau mengelabui rakyat dengan program-program yang berkedok pelayanan publik dengan memark-up anggaran yang menelan miliaran rupiah untuk masuk kantong sendiri dan kroni-kroninya. Ada juga yang jadi pahlawan musiman, membela rakyat kalau lagi musim kampanye tiba, berbaik hati memberikan sembako atau kebutuhan hidup masyarakat agar mendapat simpati dari masyarakat, dan banyak lagi cara dan trik dari oknum pahlawan-pahlawan kesiangan di negeri ini yang bertopeng pejuang.
Kasus dan issu terbaru yang masih hangat dan masyarakat Indonesia setiap saat juga menyaksikan perkembangannya di barbagai media. Polemik lembaa penegak hukum negara POLRI, Kejaksaan Agung dan KPK yang hingga kini juga belum ada kejelasan yang menentramkan hati rakyat Indonesia. Semua ingin jadi pahlawan. Merasa paling benar dengan berbagai rasionalisasinya masing-masing. Lebih tragis lagi ada oknum dewan RI Komisi III yang juga ”sok” jadi pahlawan kesiangan. Padahal rakyat indonesia tidak ”sebodoh” seperti yang ”mereka” pikirkan. Bahkan dalam dialog interaktif lewat telepon pada salah satu TV swasta ada statemen masyarakat yang intinya ” hanya orang gila yang tidak mengerti permasalahan pada tiga lembaga tersebut”. Masyarakat Idonesia sudah cukup cerdas untuk membaca siapa pahlawan sesungguhnya dalam polemik tersebut. Semakin banyak yang diungkapkan sebagai pembelaan, justru semakin membuka lebar ”borok” di tubuh lembaga yang bersangkutan dan bahkan semakin menambah kebencian rakyat yang tak terbendung. Lihat saja bagaimana reaksi dari masyarakat di berbagai pelosok negeri.
Ada istilah yang menarik disampaikan pakar komunikasi Effendi Ghazali, yaitu ”Super Anggodo”. Istilah untuk mendeskripsikan kelicikan Anggodo yang mampu merekyasa skenario ”drama” tingkat nasonal, yang kemudian menyeret beberapa nama bahkan presiden SBY dan membuat lembaga penegak hukum hampir kehilangan ”harga diri” dan ”kewibawaan” di mata rakyat Indonesia. Nama Anggodo menjadi begitu tenar dan mendadak terkenal. Terkenal bukan karena heroiknya membela negara, namun karena tindakanya menjadi pahlawan kesiangan yang memporak-porandakan negara. Meskipun saya meyakini ini masih ”kulit permsalahan” dan belum sampai pada subtasi masalah. Masih ada konspirasi sistematis yang lebih besar di balik sederetan permasalahan yang terungkap di media. Konspirasi yang berusaha mempertahankn ”eksistensi dan posisi”. Ya, mungkin agar tetap dianggap sebagai pahlawan.
Namun setiap kita mesti jadi pahlawan. Pahlawan dalam arti yang lebih luas, yaitu orang yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai perjuangan, sehingga dengan segala yang kita miliki kita dapat berkontribusi dan berafiliasi mempersembahkan yang terbaik untuk negeri yang kita cintai. Kita dapat tetap berkarya dalam segala hal sesuai dengan bidang, peran, kapabilitas dan kompetensi kita masing-masing sebagai warga negara. Gelar pahlawan tidak begitu penting bagi kita dan mungkin harapan yang sama dari para pejuang nasional yang telah mendahului kita. Karena yang lebih penting adalah perjuangan untuk memberikan solusi perubahan yang nyata atas sagala permasalahan bangsa, bukan sekedar pengkultusan para pahlawan tapi kering dalam melanjutkan perjuangan.

0 komentar:

Posting Komentar